Thursday 8 May 2014

Posted by Unknown
No comments | 08:01

By Sophia Yan and Charles Riley  @CNNMoneyTech January 17, 2014: 1:56 AM ET
·               
Apple CEO Tim Cook and China Mobile Chairman Xi Guohua pass out autographed iPhones in Beijing.


HONG KONG (CNNMoney)
China Mobile started selling iPhones on Friday after years of feverish anticipation and protracted negotiations with Apple.
Apple CEO Tim Cook marked the occasion with a trip to a China Mobile store in Beijing, where he and China Mobile Chairman Xi Guohua handed out autographed iPhones to customers.
Partnering with China Mobile (CHL) gives Apple a needed boost in China, where it has has been losing the smartphone race to competitors offering cheaper options. The deal expands Apple's footprint in the world's most populous country, boosting its potential customer base by 700 million -- more than twice the population of the U.S.
"China is a very, very important geography for Apple, not only for its size, but for many other reasons as well," Cook told reporters Wednesday in Beijing.
Cook was also effusive in his praise for China Mobile and its chairman.
"We saw a company in China Mobile that was unlike any other company we had ever dealt with, that had enormous skill and enormous size and enormous scale and enormous talent," Cook said, according to a transcript published by the Wall Street Journal.
The two companies said they have already received more than 1 million pre-orders for the iPhone. On Apple's China website, a 16 GB iPhone 5s is priced at 5,288 yuan ($874) and a 16 GB iPhone 5c costs 4,488 yuan ($742). The price tag should be lower for China Mobile subscribers, depending on the subsidies offered by the carrier.
Analysts have estimated Apple (AAPLFortune 500) could sell as many as 24 million iPhones this year through state-owned China Mobile, although others think the number will be closer to 10 million.
Will the iPhone succeed in China?
Until now, Apple has only been able to offer the iPhone through China Mobile's smaller competitors, China Unicom (CHU) and China Telecom (CHA), which have about 425 million subscribers combined.
Having access to state-owned China Mobile's large subscriber base is expected to be lucrative for Apple, but the company still has a long way to go in China. The iPhone remains costly compared to smartphones produced by rival firms like Xiaomi.
That point was reinforced during a visit to another China Mobile store in Beijing on Friday, where a woman named Wang, who didn't give her first name, said the phone is too expensive.
"I haven't thought about buying an Apple," she said. "There are so many Chinese brands and I can pick a model based on my income."
Apple also lacks the app store advantage in China that it has in most other countries, as the government censors many offerings on Apple's iTunes App Store, and Chinese customers haven't proven willing to spend money on top-tier apps when they can get free knockoffs.
That has pushed Apple into fifth place in China with just 6% smartphone market share in China, falling behind Samsung (SSNLF)Lenovo (LNVGF), Yulong and Huawei, according to Canalys.
But Cook is perhaps interested in more than just smartphones.
"Apple and China Mobile can do a lot more things together," Cook said. "I really see today as a beginning, not the end. Our work just begins."

-- CNN's Dayu Zhang and David McKenzie contributed reporting. To top of page
Posted by Unknown
No comments | 07:57
Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya, kenyakinan ini dinuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal pembentukan Negara kesatuan RI sampai sekarang. Konsep wawasan nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah Pancasila menjadi landasan dan pedoman bagi pengelolaan kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Laut bebas/lepas berada di wilayah laut selain perairan pedalaman, perairan kepulauan, perairan teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.  Oleh karena itu aturan dan hukum yang mengatur tentang laut bebas/lepas berada pada suatu badan otorita Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Salah satu badan hukum yang mengatur tentang laut lepas yaituUnited Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum laut dan telah di tandatangani oleh 118 negara termasuk Indonesia di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982.  Konvensi ini merupakan kelanjutan dari Konvensi Jenewa tahun 1958 yang telah menghasilkan 3 konvensi yaitu : (1) Konvensi mengenai Pengambilan Ikan serta Hasil Laut dan Pembinaan Sumber-sumber Hajati Laut Bebas; (2) Konvensi mengenai Dataran Kontinental; (3) Konvensi mengenai Laut Bebas.

Untuk melihat tanggapan Negara dan Bangsa Indonesia tentang hasil-hasil konvensi tersebut dan kesusaian hukum kepulauan dan perairan Indonesia serta sosialisasi kepada Negara dan Bangsa Indonesia maka hasil konvensi tersebut terlebih dahulu harus diratifikasi (disahkan) dalam bentuk Undang-Undang Negara Republik Indonesia.

Hasil ratifikasi Konvensi Jamaica 1982 tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut.

Dalam UU No. 17 Tahun 1985 pada point Umum dijelaskan bahwa Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Jamaica 1982 mengatur rejim-rejim hukum laut secara lengkap dan menyeluruh, yang rejim-rejimnya satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Ditinjau dari isinya, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut  terdiri atas :
1.    Sebagian merupakan kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut yang sudah ada, misalnya kebebasan-kebebasan di Laut Lepas dan hak lintas damai di Laut Teritorial;

2.    Sebagian merupakan pengembangan hukum laut yang sudah ada, misalnya ketentuan mengenai lebar Laut Teritorial menjadi maksimum 12 mil laut dan kriteria Landas Kontinen. Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Hukum Laut kriteria bagi penentuan lebar landas kontinen adalah kedalaman air dua ratus meter atau kriteria kemampuan eksploitasi. Kini dasarnya adalah kriteria kelanjutan alamiah wilayah daratan sesuatu Negara hingga pinggiran luar tepian kontinennya (Natural prolongation of its land territory to the outer edge of the continental margin) atau kriteria jarak 200 mil laut, dihitung dari garis dasar untuk mengukur lebar laut Teritorial jika pinggiran luar tepian kontinen tidak mencapai jarak 200 mil laut tersebut;

3.    Sebagian melahirkan rejim-rejim hukum baru, seperti asas Negara Kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif dan penambangan di Dasar Laut Internasional.

Negara dan Bangsa Indonesia yang memiliki kewilayahan laut begitu luas dan sangat memerlukan rejim-rejim hukum laut agar pengawasan dan perlindungan wilayah laut terutama ancaman dari luar agar dapat diatasi.   Selain itu rejim hukum Negara Kepulauan mempunyai arti dan peranan penting untuk memantapkan kedudukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan dalam rangka implementasi Wawasan Nusantara sesuai amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.  Yang dimaksud dengan "Negara Kepulauan" menurut Konvensi ini adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

Hal-hal demikianlah yang melatarbelakangi perlunya Konvensi Jamaica 1982 disahkan dalam bentuk UU Republik Indonesia, yaitu UU No. 17 tahun 1985 yang melampirkan naskah asli Jamaica 1982.

Sesuai dengan Konvensi Genewa tahun 1958, Pasal 1 UU No. 19 tahun 1961 bagian konvensi tentang Laut Lepas, definisi atau Istilah "laut lepas" berarti semua bagian laut yang tidak termasuk dalam laut teritorial atau perairan pedalaman sesuatu negara.  Pada definisi ini, Negara dan Bangsa Indonesia hanya memiliki kedaulatan penuh pada wilayah laut sampai 12 mil saja (laut teritorial) dan selebihnya adalah laut bebas serta belum dikenal tentang wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

Perihal ini dilengkapi dengan Konvensi Jamaica 1982 yang disahkan dalam UU RI No. 17 tahun 1985 dan menyatakan bahwa Laut Lepas tidak mencakup Zona Ekonomi Eksklusif, laut teritorial perairan pedalaman dan perairan kepulauan (Artikel 86 UNCLOS Jamaica 1982 disahkan).

Untuk setiap zona maritim Konvensi (UNCLOS) 1982 memuat berbagai ketentuan yang mengatur tentang penetapan batas-batas terluarnya (outer limit) dengan batas-batas maksimum yang ditetapkansebagai berikut:

1.      Laut teritorial sebagai bagian dari wilayah negara:12 mil-laut;
2.      Zona tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus: 24 mil-laut;
3.      Zona ekonomi eksklusif:200 mil-laut;
4.      Landas kontinen: antara 200–350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil-laut dari isobath (kedalaman) 2.500 meter.

Di samping itu Konvensi 1982 juga menetapkan bahwa suatu negarakepulauan juga berhak untuk menetapkan:

5.      Perairan kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya;
6.      Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya; (Sunyowati, Ddan Narwaty E,. 2004)

Arti penting pengesahan Konvensi Jamaica 1982 bagi Bangsa dan Negara Indonesia adalah sebagai berikut :

1.      Pengesahan Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia, telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional.

2.      Pengakuan resmi asas Negara Kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan Wawasan Nusantara sebagaimana termaktub dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, yang menjadi dasar perwujudan bagi kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.  Deklarasi Juanda, menyatakan “Bahwa perairan disekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian-bagian pulau yang termasukdaratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yangwajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairannasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari Negara Republik Indonesia.  Hal ini sangat berbeda dengan yang diatur dalam TZMKO (Territoriale Zee-en Maritime Kringen Ordonantie) tahun 1933, tercantum dalam Staatsbad 1933 Nomor 422, berlaku mulai tanggal 25 September 1933, yang merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda.
Pasal 1 Ordonansi tersebut menyatakan bahwa lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil laut diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah Indonesia sehingga Apabila menggunakan pasal tersebut untuk mengukur lebar laut territorial, maka sebagian besar dari pulau-pulau atau kelompok pulau-pulau akan mempunyai laut territorial sendiri dan sebagai akibatnya di antara laut-laut tersebut akan terdapat bagian-bagian dari laut bebas (Sunyowati, D dan Narwaty E,. 2004).

3.      Indonesia sebagai negara yang berhadapan dengan laut bebas/lepas akan memiliki peran yang lebih, dalam hal ikut mewujudkan perdamaian dunia.

Undang-undang pendukung lahirnya UU No. 17 tahun 1985 yaitu  :

1.      UU RI No. 4 tahun 1960 tentang Persetujuan Perjanjian Persahabatan Antara Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu.  Persetujuan perjanjian persahabatan dilakukan Sesuai dengan politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas dan aktip serta politik tetangga baik yang kita anuti, dan sesuai pula dengan azas-azas Konperensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955, Pemerintah senantiasa berusaha untuk mengadakan dan memelihara perhubungan persahabatan dengan negara-negara seluruh dunia umumnya dan dengan negara-negara tetangga serta negara-negara Asia-Afrika khususnya.
Sebagai perwujudan dari usaha ini telah diadakan perjanjian- perjanjian persahabatan dengan Mesir, Syria, India, Pakistan, Burma, Philipina, Thailand, Afganistan, Irak dan Iran.
Negara-negara Asia-Afrika Persekutuan Tanah Melayu adalah negara tetangga yang berbatasan paling dekat dengan Republik Indonesia, sehingga bermacam-macam lalu-lintas terus-menerus berlangsung antara kedua negara itu.
Selain dari itu Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu terletak disatu bagian dimuka bumi ini, mempunyai riwayat/ sejarah yang mengandung banyak persamaan-persamaan, dan setelah kedua-duanya mencapai kemerdekaan sekarang sama-sama berusaha membangun serta sama-sama menyusun rumah tangganya masing-masing. Pun sebagian besar dari rakyat Persekutuan Tanah Melayu berasal dari keturunan yang sama, mempunyai bahasa dan kebudayaan yang bersamaan, memiliki sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan serta kepercayaan-kepercayaan yang bersamaan juga dengan rakyat Republik Indonesia. Republik Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu juga mempunyai persamaan kepentingan dalam dunia perdagangan karena kedua negara sama-sama merupakan penghasilan karet dan timah yang terutama didunia.
Akhirnya pada implementasinya sekarang UU No. 4 tahun 1960 ini, dinyatakan tidak berlaku karena telah diperbaiki dan digantikan dengan UU RI No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

2.     UU RI No.  19 Tahun 1961 Tentang Persetujuan Atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun 1958 Mengenai Hukum Laut.
UU RI No. 19 Tahun 1961 merupakan undang-undang yang dibuat untuk meratifikasi (mensahkan) Persetujuan Atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun 1958 Mengenai Hukum Laut  yang lebih dikenal dengan Konvensi Jenewa 1958. Konperensi Internasional mengenai Hukum Laut (Conference on the Law of the Sea) di Jenewa tahun 1958 dimana Republik Indonesia ikut serta hadir, telah menghasilkan tiga konvensi, yaitu:
a.       Konvensi mengenai Pengambilan Ikan serta Hasil Laut dan Pembinaan Sumber-sumber Hajati Laut Bebas;
b.      Konvensi mengenai Dataran Kontinental;
c.       Konvensi mengenai Laut Bebas.
Konvensi-konvensi tersebut telah ditandatangani oleh Ketua Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Jenewa tersebut. Ikut sertanya Republik Indonesia sebagai anggota dari tiga konvensi termaksud adalah sudah sewajarnya, mengingat bahwa Republik Indonesia adalah merupakan suatu Negara kepulauan, dan dengan demikian Indonesia mempunyai kepentingan terhadap segala sesuatu yang mempunyai segi Hukum Laut.Menurut ketata-negaraan kita, persetujuan atas tiga Konvensi termaksud, berdasarkan pasal 11 Undang-undang Dasar, memerlukan persetujuan dengan Undang-undang.

Pengesahan UNCLOS Jamaica 1985 melihat beberapa pertimbangan sebagai berikut :

·         United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) telah diterima baik oleh Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di New York pada tanggal 30 April 1982 dan telah ditandatangani oleh Negara Republik Indonesia bersama-sama seratus delapan belas penandatangan lain di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982.

·         United Nations Convention on the Law of the Sea mengatur mengatur rejim-rejim hukum laut, termasuk rejim hukum Negara Kepulauan secara menyeluruh dan dalam satu paket.

·         Rejim hukum Negara Kepulauan mempunyai arti dan peranan penting untuk memantapkan kedudukan Indonesia sebagai Negara Kepulauan dalam rangka implementasi Wawasan Nusantara sesuai amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Penjelasan pengesahan yang terdapat di dalam UU No. 17 Tahun 1985 adalah sebagai berikut :

·         Ditinjau dari isinya, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Jamaica 1982 merupakan kodifikasi ketentuan-ketentuan hukum laut Jenewa 1958, misalnya kebebasan-kebebasan di Laut Lepas dan hak lintas damai di Laut Teritorial;

·         Berbeda dengan Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Lepas yang menetapkan Laut Lepas dimulai dari batas terluar Laut Teritorial, Konvensi Jamaica 1982 menetapkan bahwa Laut Lepas tidak mencakup Zona Ekonomi Eksklusif, laut teritorial perairan pedalaman dan perairan kepulauan.

·         Kecuali perbedaan-perbedaan tersebut di atas, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan antara Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Lepas dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Jamaica 1982 mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan di Laut Lepas.

Dalam UNCLOS Jamaica 1982 khususnya pada Part VII tentang High Seas dimuat beberapa hal yang menyangkut biofisik, sosial ekonomi, hukum dan perundangan (sanksi) dan juga kebijakan-kebijakan. Karena berada dalam kewilayahan laut bebas, maka persoalan sosial ekonomi memang tidak terlalu banyak menjadi pembahasan seperti pada bagian perairan lainnya yaitu hanya 0,31% yang termuat dalam Artikel 88 yang menyatakan bahwa ketetapan-ketetapan aturan pada laut bebas/lepas adalah bertujuan untuk perdamaian.
Perihal yang paling banyak dibahas khususnya di laut lepas/bebas yaitu kebijakan (4,37%), hukum dan perundang-undangan (4,06%) termasuk sanksi serta biofisik (1,87%) dari total artikel (pasal) sebanyak 320.

Biofisik menyangkut manajemen dan konservasi lingkungan di laut bebas/lepas dimana setiap Negara memiliki tugas dan kewajiban untuk bekerja sama di dalam menjaga lingkungan perairan di laut bebas/lepas dari pencemaran bahan radioaktif, limbah industri dan bahan-bahan pencemar lainnya.

Hukum dan perundang-undangan termasuk sanksi mengatur bahwa setiap kapal wajib mengibarkan bendera negaranya ketika melintas di jalur laut bebas serta di larang keras setiap kapal melakukan tindakan-tindakan illegal seperti pengangkutan tenaga kerja illegal, perampokan dan pembajakan.

Kebijakan menyatakan bahwa aturan high seas tidak berlaku pada perairan lainnya (ZEE, territorial, perairan kepulauan dan pedalaman) dan semua Negara tanpa terkecuali baik Negara yang memiliki pantai maupun tidak berada pada pengawasan atau di bawah control aturan international.  Tetapi dilain pihak setiap Negara juga memiliki kebebasan-kebebasan yang dapat dilakukan di laut bebas/lepas.

Ada beberapa kelemahan dari aturan ini, yang terdiri atas :

1.    Aturan ini menyatakan bahwa segala aktivitas di laut lepas/bebas dalam kendali aturan ini dan hukum international.  Pernyataan tersebut ternyata belum didukung dan dijelaskan lebih lanjut yaitu kepada siapa pemberian kewenangan pengawasan dan penjagaan di laut lepas/bebas.
2.     Setiap kapal yang melintas di laut bebas/lepas diwajibkan mengibarkan bendera kebangsaan.  Syarat ini ternyata terlalu mudah karena setiap kapal akan mudah berganti bendera sesuai dengan keinginannya seharusnya diwajibkan setiap kapal memiliki nama dan warna khusus yang terlebih dahulu telah didaftarkan pada PBB.
3.    Walaupun konvensi ini menyatakan bahwa di kawasan laut lepas tidak satupun negara yang berdaulat, tetapi sangat memungkinkan bagi negara-negara yang berteknologi maju dan tinggi dalam navigasi, ekplorasi laut dan penangkapan ikan beroperasi di wilayah tersebut sehingga terjadi pemanfaatan yang non-kompetitif.

Selain kelemahan ada kelebihan-kelebihan dari konvensi ini, khususnya bagi Negara dan Bangsa Indonesia.  Kelebihan-kelebihan tersebut adalah sebagai berikut :

1.     Dengan diakuinya asas Negara Kepulauan, maka perairan yang dahulu merupakan bagian dari Laut Lepas kini menjadi "perairan kepulauan" yang berarti menjadi wilayah perairan Republik Indonesia.
2.     Dengan ikut sertanya Indonesia menandatangani konvensi Jamaica 1982,  secara langsung Indonesia mendapat pengakuan secara  International tentang wilayah laut berdaulat dan kebebasan-kebebasan dalam wilayah laut Lepas/Bebas.
3.    Indonesia sebagai negara yang langsung berhadapan dengan laut lepas/bebas secara langsung mendapat perlindungan hukum international dari upaya-upaya pencurian hasil laut, pencemaran laut, pembajakan dan perdagangan illegal.
4.    Dengan kesepakatan konvensi maka batas-batas kedaulatan wilayah laut suatu negara termasuk Indonesia semakin jelas, seperti perairan kepulauan, teritorial, ZEE, landas kontinen dan Laut Lepas/Bebas.

Dalam operasionalisasinya konvensi ini diperlakukan untuk semua negara baik itu negara pantai (coastal state) maupun negara tidak berpantai (land-locked state).  Operasionalisasinya ditekankan pada wilayah laut dimana semua negara (all state) memiliki hak, kebebasan dan tanggung jawab yang sama terhadap wilayah tersebut termasuk pemanfaatan kekayaan alam yang terkandung di dasar laut dan tanahnya.

Setiap negara harus menghormati perjanjian-perjanjian internasional yang sudah ada, Negara Kepulauan berkewajiban pula menghormati hak-hak tradisional penangkapan ikan dan kegiatan lain yang sah dari negara-negara tetangga yang langsung berdampingan, serta kabel laut yang telah ada di bagian tertentu perairan kepulauan yang dahulunya merupakan Laut Lepas.

Segala aktivitas semua negara terhadap kawasan laut lepas/bebas termasuk dasar laut dibawahnya dikoordinasikan oleh badan yang dibentuk oleh PBB misalnya untuk pemanfaatan kekayaan alam dasar laut dikoordinasikan oleh Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority).



DAFTAR PUSTAKA


Suhendar, S.  2005.  Laut dan Pesisir.  Buku Pedoman Geografi.  Jakarta.
Sunyowati, D dan Narwaty E,. 2004.  Penetapan Dan Penataan Batas Wilayah Laut Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Fakultas Hukum Universitas Airlangga.  Surabaya.
UU RI No. 19 Tahun 1961 tentang Persetujuan Atas Tiga Konvensi Jenewa Tahun 1958 Mengenai Hukum Laut. LN 1961/276; TLN NO. 2318.  Deplu RI.  Jakarta.
United Nations Convention On The Law Of The Sea, 1982. Montego Bay, Jamaica.  PBB. (http://www.unsrat.ac.id, diakses 23 Pebruari 2008).



Posted by Unknown
No comments | 07:52
DEMOKRASI
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani kuno dan di praktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaanya, demokrasi yang di praktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik di jalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung ini dapat dilaksanakan secara efekktif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang dalam suatu negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Yang sebagian besar terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiardjo, 1982: 54).
Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah pada system pemerintahan demokrasi. Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan Indonesia dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh. Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.”

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan zaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H., belau mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.

Dalam buku “Le Contrac Sosial”, Jean Jacques Rousseau memaparkan bahwa penguasa atau pemerintah telah membuat perjanjian dengan rakyatnya yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan social dan politik yang demokratis dalam masyarakat. Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu system politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building dengan partisipasi rakyat sekaligus menihindarkan timbulnya dictator perorangan, partai atau militer.

KORUPSI

Korupsi yaitu, masalah yang sangat-sangat besar yang sedang melanda negeri ini, para petinggi Negara berlomba-lomba menghabiskan duit Negara, bukan hanya para petinggi Negara, banyak masyarakat Indonesia yang korupsi, berawal dari hal yang kecil korupsi bisa terjadi. Sampai akhirnya hal yang besar yang membuat seseorang menjadi lebih ingin mencoba mengambil keuntungan dari kekuasaan. Itulah Indonesia, Negara besar yang memiliki segudang masalah. Pemerintah tidak pernah melihat bagaimana nasib-nasib rakyatnya. Mereka hanya bisa memeras, merampas, mengambil, apa yang seharus nya menjadi hak rakyat. Tapi para petinggi Negara tidak pernah memperdulikan rakyatnya, yang mereka lakukan hanya bisa menghambur-hamburkan duit rakyat.

“definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan public untuk kepentingan pribadi, atau privat yang merugikan public dengan cara-cara bertentangan dengan ketentuan hokum yang berlaku” (Kalla, Jusuf. 2009 : 6).

Korupsi yang terjadi dinegeri ini sebenarnya telah melanggar hukum. Bukan hannya hukum, tetapi korupsi juga telah melanggar lima sila dalam pancasila. Hukum dan pancasila sebenarnya dapat melawan dan memerangi korupsi. Tetapi hukum di Negara ini tidak tegas.

Hukum bisa di atur, dengan uang hukum pun bisa di beli. Itulah Indonesia, apapun dengan uang, semua bisa di beli. Menurut Kirdi Dipoyudo “… tetapi sejauh mungkin juga selaras dengan Pancasila dan dijiwai olehnya … sedemikian rupa sehingga seluruh hukum itu merupakan jaminan terhadap penjabaran, pelaksanaan, penerapan Pancasila.” Kirdi Dipoyudo (1979:107). Hukum di Indonesia bisa dikatakan sangat lemah. Oleh karena itu korupsi di Indonesia sangat merajalela. Karena di Indonesia hukum itu tidak berfungsi sebagaimana mesti nya. Bagaiman dengan pancasila ? pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, yang di pegang oleh setiap warga Negara Indonesia, seakan hanya menjadi symbol di negri ini. pancasila yang memiliki lima sila itu tidak dapat di jalankan. Pancasila di negeri ini hanya di abaikan oleh setiap masyarakat Indonesia. Hingga akhir nya korupsi mempan dengan pancasila.

Korupsi di indosesia tergolong sangat cepat. Negara kita mengalami kerugian yang sangat besar yang terjadi akibat korupsi. Korupsi di Indonesia sangat besar. Di Indonesia banyak masalah tentang korupsi. Dari korupsi kecil samapi korupsi yang besar. Dalam dunia hukum, korupsi di Indonesia tidak ada yang pernah tuntas. Hukum di Indonesia sangat lemah di mata pelaku korupsi. Dengan menyogok instansi hukum. Sehingga para pelaku korupsi dapat bebas melakukan aksi nya untuk menghamburhamburkan duit Negara. Dan Negara kita semakin banyak mendapatkan kerugian yang sangat besar. Dan hutang luar negeri kita pun akan bertambah.dan warga Negara kita yang tidak mampu akan semakin melarat dan kesusahan. Bisa dikatakan jauh dari kata makmur untuk hidup di Negara ini. sungguh di sayangkan jika nanti Indonesia akan seperti adanya.

Korupsi  di Indonesia sangat susah di berhentikan, membasmi nya dengansegala caara pun sangat sulit. Para pemerhati korupsi menilai soal korupsi adalah hal yang sangat berat. Dari salah satu buku menyebutkan, “Mereka bukanlah naïf; mereka mengakui bahwa korupsi tak pernah dapat di hapuskan seluruhnya, dan mereka tidak pernah beranggapan korupsi tidak dapat di obati sekali pukul seperti hal nya polio di obati dengan vaksin.” (Klitgaard, Robert. 2005 : 4)

Korupsi di Indonesia bisa di bilang adalah masalah yang sangat merusak citra Indonesia di internasional. Tapi apa daya, pemerintah seakan masa bodoh dengan masalah yang terjadi dalam negeri kita. Indonesia yang memiliki dasar Negara pancasila, tidak mampu menjalankan dasar negaranya dengan baik. Semua seakan lupa dengan dasar Negara yang kita banggakan. Semua hanya dapat mengabaikan pancasila. Akibat nya korupsi di Indonesia semakin merajalela. Pancasila yang seharus nya dapat mengatur setiap warga Negara nya ke arah yang benar seakan tidak ada guna nya. Pancasila di Negara ini hanya di jadikan symbol Negara. Pancasila tidak dapat berjalan baik di Negara ini. adakah solusi yang tepat untuk membuat warga Negara kita dapat kembali ke pancasila.

Menurut pacasila adalah “Dengan tercantumnya Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah membentuk dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi. Karena hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup pembahasan tentang Ketuhanan yang Maha Esa. Dengan demikian secara ‘inheren’ Pancasila mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan filosofis dan religius adalah konsekuensi dari essensia Pancasila sendiri yang mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum relevan dengan Pancasila.” (Lapasila, 1986:13-14).

Pada sekarang ini, Negara kita sedang disibukkan dengan urusan-urusan yang sebenarnya hanya merusak dan menjelek-jelekan Negara di dunia internasional. Permasalahan yang besar itu adalah korupsi. Negara kita adalah Negara terkorup dengan rangking 3 di dunia. Padahal, Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki warga yang ramah dan bersopan santun, tapi semua seakan hilang dari budaya yang kita banggakan itu. Para pemimpin kita seperti manusia yang tak berdosa, seakan kehilangan budaya malu dalam kehidupan kita ini, pemerintah seharusnya berpikir keras untuk mensejahterakan warga Negara, bukan menguras duit rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat. Seharusnya para petinggi di negeri ini sadar, yaitu dengan kembali dengan pancasila, yaitu sila pertama. Dengan kembali ke pancasila sila pertama insyaallah para pemimpin akan sadar, dan kembali kejalan yang benar, dengan mensejahterkan rakyat Indonesia.

Korupsi di negeri ini benar-benar sulit untuk di berantas. Segala cara telah di pakai oleh segelintir orang yang perduli dengan nasib bangsa kita. Tetapi cara-cara itu selalu saja gagal. Sangat sulit untuk memerangi dan memberantas korupsi. Kita sebagai warga negara yang baik jangan hanya diam. Kita harus berani memprotes apa yang telah di lakukan para pemimpin kita. Kita harus berani tegas terhadap pelaku-pelaku korupsi yang ada di negeri ini. dengan begitu, kita sebagai warga negara yang baik, telah berusaha menjaga keutuhan negara kita. Dan dapat mengurangi korupsi di negeri ini. setidaknya itu lebih baik dari pada kita hanya berdiam diri, melihat negeri kita di hancurkan oleh para pelaku korupsi di dalam pemerintahan di negeri ini.

Bicara soal korupsi berarti kita bicara tentang cara memberantas korupsi itu sendiri. Di negara ini telah banyak menggunakan cara untuk memerangi dan memberantas korupsi. Tetapi smua cara tesebut gagal. Tidak ada satu pun yang berhasil untuk memerangi dan memberantas korupsi. Benar-benar sangat di sayangkan. Orang yang telah peduli dengan negara ini, terus mencoba berbagai cara untuk memberentikan laju korupsi. Salah satu caranya dengan memliki strategi pemberantasan tindak pidana korupsi. Yaitu sebagai berikut:
1. Strategi Preventif
“Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yangterindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkanpenyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapatmeminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya inimelibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil danmampu mencegah adanya korupsi.” (Muzadi, H. 2004 : 135)

2. Strategi Deduktif
“Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini  angatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan social.” (Muzadi, H. 2004 : 135)

3. Strategi Represif
“Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang terlibat 16 dalam korupsi. Dengan dasar pemikiranini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikandan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapatdisempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebutdapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harusdilakukan secara terintregasi.” (Muzadi, H. 2004 : 135)

Mungkin dengan strategi di atas kita dapat kluar dari masalah korupsi. Korupsi pun bisa di atasi. Dan korupsi pun akan musnah di negeri ini. ini hanya sterategi yang diberikan untuk memerangi laju korupsi di Indonesia. Berhasil atau tidak itu akan di ketahui jika kita telah memakai strtegi ini untuk memerangi koruspi.

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

PRAKTIK HAM HAM(Hak Asasi Manusia) adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap orang semenjak dalam kandungan hingga akhir hayatnya. Hak dasar yang ditentukan dalam deklarasi hak asasi manusia seperti hak hidup, hak ini menjadi dasar/fundamental keberadaan hidup seseorang atau kelompok disamping orang lain, hak kebebasan untuk menjamin kebebasan berdasarkan hukum seperti kemerdekaan, pers, suara(pemilihan), dan menentuhkan sesuatu berdasarkan kepribadian.
Dalam negeri kemunculan HAM bergulir semenjak reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi yang sangat bebas. Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan” bahkan berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal. Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah terjadi konflik bersenjata. Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama” berbagai media di tanah air. Seperti contohnya sengketa tanah di lampung tahun 2013, permusuhan suku-suku di papua sepanjang tahun 2012-2013, kejadian brutal perang sampit antara suku dayak dengan suku Madura, maraknya pengeboman disana-sini seperti bom bali, bom JW Mariot, serta aksi-aksi terorisme yang  semakin mencuat kasusnya di tanah air dan masih banyak lagi termasuk kasus-kasus hukum yang tidak sehat.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pada kenyataannya selama lebih dari puluhan tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, belum cukup untuk meluruskan praktik HAM secara nyata. Dalam konteks internasional, upaya untuk mewujudkan penghormatan dan perlindungan nilai-nilai HAM tersebut, antara lain terdokumentasi dalam suatu human right law yang secara populer dikenal dengan istilah The International Bill of Human Rights (berisi empat dokumen PBB yaitu Universal Declaration of Human Rights 1948, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights 1966, International Covenant on Civil and Political 1966 dan Optional Protocol to The International Covenant on Civil and Political Rights 1966).
Perlindungan hak asasi manusia di Indonesia secara lebih jelas dan terinci diatur pada Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang tersebut secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup, dan hak untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama.
Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai kewajiban dasar, serta tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam penekan hak asasi manusia. Kejahatan hak asasi manusia sebagai pelanggaran HAM yang berkategori berat, adalah extra ordinary crimes (kejahatan luar biasa) dan berdampak secara luas baik pada tingkat nasional maupun internasional dan bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta menimbulkan kerugian baik materiel maupun immateriel yang mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat, sehingga perlu segera dipulihkan dalam mewujudkan supremasi hukum untuk mencapai kedamaian, ketertiban, ketentraman, kedailan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dalam konteks diatas jenis dan indikator kejahatan HAM yang bersifat berat, meliputi :
1.                  Kejahatan Genosida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
a.                  membunuh anggota kelompok;
b.         mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c.    menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d.                  memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e.             memidahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

2.                  Kejahatan terhadap Kemanusiaan (crimes against humanity), yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
a.                   pembunuhan;
b.                  pemusnahan;
c.                   perbudakan;
d.                  pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e.       perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f.                   penyiksaan;
g.        perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
h.         penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i.                    penghilangan orang secara paksa; atau
j.                 kejahatan apartheid (Pasal 7, 8 dan 9 UU No. 26 Tahun 2000). Harus diakui, bahwa istilah “Kejahatan HAM” relatif baru mengemuka sebagai wacana , sekaligus tuntutan publik untuk menyelesaikannya di saat orde reformasi terus bergulir, dengan euphorianya berusaha “menguliti” berbagai macam kejahatan di masa sebelumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor M.S. (1994). Orientasi Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty
Kaelan (1986). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
A.T. Soegito, 1983, Pancasila Tinjauan dari Aspek Historis, FPIPS – IKIP, Semarang.
Heuken, 1988, Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan Pancasila, edisi 6, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
Notonagoro, 1975, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, Jakarta.
Moh. Mahfud, 1998, Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum, dalam Jurnal Pancasila no. 32 Tahun II, Desember 1998, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
Maheka, Arya, Tanpa Tahun, Mengenali dan Memberantas Korupsi, www. kpk. go.id.
Mahfudz MD, Moh, 2010, Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Jakarta, Rajawali Press

Adji, Indriyanto Seno, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Jakarta, Diadit Media.
http://edywidianto.blogspot.com/2010/02/hak-dan-kewajiban-bangsa-indonesia.html
http://fhy13candra.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-warga-negara-dalam.
html http://allaboutkwn.blogspot.com/2010/03/hak-dan-kewajiban-warga-negara-menurut.html
http://aiirm59.blogspot.com/2012/06/pengertian-hak-asasi-manusia-mneurut.html
http://www.wikipedia.com http://ohbaru.blogspot.com/2013/01/tugas-pkn-makalah-penegakan-hukum.html
http://unnes.ac.id/gagasan/mengisi-kekosongan-ideologi-reformasi/
http://restianrick.wordpress.com/
Agustiawan, Haryadi, 2011, Korupsi dan Pancasila, Dalam Makalah Pendidikan pancasila STMIK “AMIKOM” YOGYAKARTA.
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Kalla, Jusuf. 2009. KORUPSI MENGORUPSI INDONESIA, Sebab, Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, hal:6.
Klitgaard, Robert. 2005 MEMBASMI KORUPSI. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal:4
Klitgaard, Robert. 2005 MEMBASMI KORUPSI. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal:31

Blogroll

About