Monday 25 August 2014

Posted by Unknown
No comments | 19:56

Bermilyar-milyar tahun sebelum manusia mengembangkan pengertian samar-samar mengenai masa lampau, masa kini dan masa depan, berbagai organisme telah terlibat dalam waktu. Dalam arti tertentu, kehidupan merupakan semacam keseimbangan yang penuh bahaya seperti pemain akrobat, yang terus-menerus meniti di puncak jurang kebinasaan. Bagi organisme, waktu merupakan sesuatu yang menentukan, tidak kalah gentingnya dengan yang di alami oleh pemain akrobat tersebut.

Peranan pengatur waktu dapat diamati pada setiap tingkat kehidupan. Sinkronasi dalam tubuh terdapat pada suatu proses yang paling besar, yaitu proses terbelahnya satu sel menjadi dua sel; proses ini didahului oleh belasan proses biokimia, yang kesemuanya menuntut pengaturan waktu yang ketepatannya luar biasa. Sinkronisasi dalam tubuh juga terdapat pada tingkat yang jauh lebih rumit seperti pada denyut jantung manusia dan binatang lain.

Setiap orang mengerti bahwa denyut jantung yang berirama dan bekerja terus-menerus sangat mutlak perlu bagi kehidupan. Berhentinya jantung dalam beberapa detik menyebabkan pingsan, dan dalam beberapa menit menghilangkan kehidupan. Jantung dapat berdenyut sendiri. Pemacu jantung agaknya hidup dari dirinya sendiri sejak semula.

Suatu percobaan laboraturium yang banyak dikenal mahasiswa memperlihatkan betapa menakjubkannya jantung sebagai pengatur waktu. dalam percobaan tersebut, jantung kodok yang telah berhenti berdenyut direndam dalam larutan garam. Maka jantung kodok itupun kembali berdenyut dengan irama seperti semula. Maka dalam hal ini perlu adanya penelitian sederhana melalui tumbuhan.

Pada abad ke-18 seorang ilmuan Prancisn Jean-Jacques De Mairan, melakukan penelitian terhadap tumbuhan peka yang dilihatnya dapat mekar pada pagi hari dan menutup kembali pada sore hari dengan menempatkannya pada ruang gelap kemudian mengamatinya. Pada tahun 1729 De Mairan menulis kesimpulan penelitiannya itu: "Hal itu sama sekali tidak perlu terjadi di bawah sinar matahari atau di udara terbuka. Gejala tersebut hanya sedikit kurang mencolok kalau tumbuhannya disimpan dalam ruangan tertutup; masih kelihatan jelas kalau daunnya terbuka selam siang hari dan tertutup pada malam hari. Jadi, tumbuhan peka itu merasakan sinar matahari tanpa harus melihatnya".

Meskipun pengamatan De Mairan tepat, namun kesimpulan yang diambil adalah salah. Karena walaupun tumbuhan peka, ia tidak akan tahu ada sinar matahari tanpa melihatnya. Apa yang secara tidak sadar ditemukannya adalah salah satu dari jam dalam yang digunakan tumbuhan - dan juga binatang - untuk menyelaraskan diri dengan irama lingkungannya yang biasa, bahkan juga apabila untuk sementara waktu dipisahkan dari irama tersebut.

Jam Bunga merupakan alat penunjuk waktu yang cerdik dan sekaligus indah di taman-taman resmi Eropa pada abad ke-19. Deretan bungan disusun membentuk semacam "muka" jam, sedangkan setiap petak mewakili jangka waktu satu jam. kemudian petak-petak itu ditanami bunga yang diketahui mekar atau menutup pada jam tertentu. Pada hari yang cerah waktu dapat ditentukan hingga tengahan jam dengan cara ini. Jam bunga sekarang jarang terdapat karena kesukaran mencari dan memelihara bunga yang akan menempati petak tersebut dalam berbagai musim.

Daur Bambu jenis Guadua trinii dari Argentina memperlihatkan adanya jam biologis yang ketepannya melampaui apapun yang sampai sekarang telah diketahui. Pola hidup berirama tumbuhan ini, yaitu diperlukannya tepat 30 tahun dari biji ke bijji, pertama kali dipelajari oleh Lorenzo Parodi, ahli argonomi dari Buenos Aires. Ia menanam 10 semaian, semaian itu tumbuh bertunas pada Januari 1923. Tanaman ini tumbuh selama 29 tahun, lalu menghasilka bunga (bawah). pada bulan Januari 1953 bunganya menghasilkan biji, tiga puluh tahun tepat setelah tanaman itu sendiri tumbuh dari bijinya.

Menyesuaikan Jam Biologis merupakan permasalahan bagi orang yang beepergian yang mungkin tidak berhasil menyesuaikan diri dengan waktu setempat selama beberapa hari sesudah menempuh perjalanan jauh. Dalam suatu penerbangan dari Tokyo ke Seatle, orang yang meninggalkan Jepang pada hari Selasa pukul 6 sore baru saja selesai makan malam. Jam biologisnya benar-benar cocok dengan waktu setempat. Kemudian ia terbang ke timur selama 8.5 jam, melintasi 6 zona waktu (dari garis tanggal internasional) dan mendarat di Seatle pada hari Selasa pukul 9.30 pagi waktu setempat. Tapi jam biologisnya masih berkerja menurut waktu Tokyo dan ia merasa saat itu merupaka hari Rabu pukul 2.30 dini hari. Ia bukannya segar bugar menghadapi hari Rabu namun serasa mengatuk seakan ingin tidur selama 8 jam.

Setiap organisme memiliki irama alamiah tertentu yang menentukan bagaimana kehidupan dan perkembangannya, dan dalam hal-hal tertentu dalam mempertahankan kelestarian hidupnya. Banyak diantara irama-irama ini berdiri sendiri, tapi ada pula yang harus diselaraskan dengan dunia disekitarnya. Sepertihalnya jam dinding, jam biologis yang menjalankan semua itu mempunyai dua ciri pokok, yakni memiliki gaya gerak dari dalam dan menetapkan daur waktunya sendiri berdasarka daur luar yang biasanya berupa perubahan suhu, terbit dan terbenamnya matahari atau pasang surut. Lebih dari fakta ini, pengetahuan kita sangat terbatas tentang jam alam yang ghaib itu. Di berbagai laboraturium di banyak negara para ilmuan menempatkan tumbuhan di daur gelap dan terang yang berubah-ubah, menganalisis proses kimiawi pada binatang dan mencobakannya pada manusia, pola tidur juga yang tidak biasa. Dengan semua itu mereka berusaha mengetahui lebih banyak mengenai jam biologis dan apa yang membuatnya berdetik.

Sumber: WAKTU oleh Samuel A. Goudsmit, Robert Claiborne, dan Editor's Pustaka Time-Life

Blogroll

About