Showing posts with label Sejukan hati. Show all posts
Showing posts with label Sejukan hati. Show all posts

Tuesday 21 January 2014

Posted by Unknown
No comments | 22:15
Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr : 18)
Ayat tersebut diatas dengan sangat tegas menyuruh kita agar berbuat sesuatu untuk hari esok, untuk akhirat kita. Apakah kita sudah bertaqwa atau belum. Apakah kita sudah menghamparkan tikar amal sholeh kita, untuk kita datangi. Atau belum. Oleh karena itu, dibutuhkan analisa, evaluasi, perhitungan tentang kekinian kita. Apakah sudah baik atau belum.
Dalam salah satu hadist yang sangat masyhur disebutkan bahwa Nabi saw. Pernah bersabda, “Orang orang yang beruntung adalah mereka yang hari ini lebih baik dari hari kemarin. Dan orang orang yang merugi adalah sewaktu hari ini sama dengan hari kemarin. Sedangkan mereka yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah termasuk orang orang yang celaka.”
Kondisi kita apakah hari ini termasuk beruntung atau merugi ataukah termasuk yang celaka, hanya bias kita ketahui kalau kita mau bermuhasabah, menghisab diri, menghitung-hitung diri. Oleh karenanya, muhasabah itu merupakan keharusan yang tidak boleh tidak kita lakukan, kalau kita ingin selamat di dunia dan di akhirat. Kalau ingin hisabnya nanti ringan di akhirat.
Muhasabah adalah evaluasi diri atau intropeksi diri dalam rangka menilai bagaimana kemajuan atau kemunduran kita dalam menjalani hidup ini. Tanpa evaluasi diri kita tidak akan tahu tentang peerkembangan diri kita. Apakah bertambah baik atau malah bertambah jelek.
Haasibuu Anfusakum Qabla An-Tuhaasabuu.
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyebutkan tentang hisab ini. Bahkan kata para ahli ada sekitar 107 kali Allah memunculkan kalimat hisab ini dalam al-Qur’an. Ini karan begitu pentingnya bermuhasabah. Antara lain dalam QS al Ghasiyyah ayat 25-26, yaitu sebagai berikut: “Sesengguhnya kepada Kami-lah kembali mereka. Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” Atau dalam surat an-Nisa: 86, yaitu “Sesungguhnya Allah akan menghisab (memperhitungkan) segala sesuatu.”
Dari firman Allah tersebut di atas, kita mengetahui bahwa semua aktivitas kehidupan kita pasti dihisab oleh Allah, semuanya tanpa terkecuali. Apakah kebaikan atau kesalahan, semua pasti dihisab oleh Allah. Sehingga hari perhitungan itu disebut juga dengan Yaumil Hisab.
Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utama, pernah suatu kali mengeluarkan ungkapan yang sangat terkenal sampai saat ini, yaitu: “Haasibuu Anfusakum Qabla An-Tuhaasabuu.” Hisablah dirimu sebelim nanti kamu dihisab oleh Allah. Artinya, kita pasti akan dihisab Allah nanti di akhirat kelak, di Yaumil Hisab. Oleh karan itu, untuk meringankan beban hisab kita nanti di Yaumil Hisab, maka mulai sekarang hisablah dirimu sendiri. Hitung-hitunglah setiap amal perbuatan yang telah kita lakukan, baik pernuatan baik maupun perbuatan buruk.
Kalau kita berani menghisab diri kita, maka keuntungan besar akan kita peroleh. Yaitu kita akan tahu persis dimana kekurangan kekurangan kita, yang harus segera kita perbaiki. Begitu juga kita akan tahu amalan baik apa saja yang belum kita lakukan, sehingga kita segera menyempurnakan amalan dan ibadah kita tersebut.
Bagaiman Cara Bermuhasabah
Ada banyak cara dalam melakukan muhasabah, antara lain sebagai berikut :
1.      Lakukan perbandingan antara kondisi kita saat ini dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Yang menjadi ukuran adalah sesuai atau tidak sesuai dengan al-Qur’an atau hadis Nabi.
2.      Pikirkan kelemahan, atau kekurangan yang ada dalam diri kita, sehingga kalu ditemukan kelemahan segera kita sempurnakan. Dan jika menemukan kekurangan segera diperbaiki.
3.      Tanamkan pada diri kita rasa khauf (takut) kepada Allah tatkala ada godaan untuk berbuat kesalahan dan dosa. Insyaallah rasa takut itu akan menyelamatkan kita di Yaumil Hisab kelak.
4.      Tanamkan perasaan selalu diawasi Allah, agar kita hati hati dalam menjalani hidup ini. Karena memang kita selalu dalam pengawasan Allah, sebagaimana fiman-Nya dalam QS an Nisa: 1, “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
5.      Yakinlah pada diri kita bahwa semua perbuatan kita akan dimintai pertanggungjawaban nanti pada hari akhir, sebagaimana firman Allah berikut “Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” Bahkan juga ditanya tentang nikmat apa saja yang sudah kamu gunakan. Dalam QS at Takatsur:8, Allah telah berfirman, “Kemudian pasti kamu akan ditanyai pada hari itu tentang nikmat (yang sudah kamu gunakan).”
Obyek dan Dampak Muhasabah
Pertanyaan berikut adalah hal apa saja yang perlu kita jadikan obyek muhasabah kita, antara lain:
1.      Ibadah sehari-hari perlu kita hisab, karena kita diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (az Zariyyat:56).
Apakah ibadah kita sudah sesuai dengan syariat Nabi saw?
2.      Kita juga perlu menghisab pola hubungan kita dengan orang lain apakah sudah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Karena disamping menjaga hubungan baik dengan Allah, juga harus menjaga hubungan baik dengan hamba Allah lainnya, “Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS Ali Imran:112)
Nabi Muhammad saw bersabda: “sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusi lainnya.” Ini perlu kita hisab, apakah kita sudah sesuai dengan sabda Nabi tersebut?
3.      Kita juga perlu menghisab dalam kaitannya dengan sumber rezki kita. Apakah halal atau haram.apakah dalam kita menjalankan pekerjaan jujur, tidak menipu, tidak korupsi dan seterusnya. Hisablah semuannya, dan jangan ada yang tidak sesuai dengan tuntunan al Qur’an dan al Hadis.
4.      Tidak kalah pentingnya yang harus kita hisab adalah dalam kita berhubungan dengan keluarga, dengan suami/isteri, dengan anak anak, dengan bapak/ibu mertua dan saudara lainnya. Apakah pola hubungan kita sudah sesuai dengan yang dituntunkan Allah dan Rasul-Nya? Hisablah dengan cermat.
5.      Begitu juga dengan diri kita sendiri, apakah kita sudah berhati hati menjaga diri kita dari api neraka? Apakah kita termasuk orang yang mendzolimi diri sendiri atau tidak? Hisablah! Agar kita selamat besok di akhirat kelak.
6.      Terakhir, hisablah juga bagaimana perlakuan kita kepada sesame makhluk Allah. Jangan sampai kita termasuk yang suka menyiksa hewan. Jangan kita suka merusak alam, berusahalah untuk menjdi makhluk-Nya yang taat terhadap perintahnya dan meninggalkan lanrangannya.
Akhirnya kalau semua itu telah dihisab, maka dampaknya akan mudah bagi kita untuk bertaubat;kalau kita temukan kekurangan disana sini. Dan tobat itu akan mengantarkan kita menjadi hamba yang disayang Allah. Sebgaimana firman-nya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang orang yang bertaubat dan menyukai orang orang yang mensucikan diri.” (al Baqoroh:222).
Dampak berikutnya disamping kita segera ber taubat, kalau kita temukan diri kita berbuat salah, atau mndzolimi diri, maka kita akan cepat beristigfar, mohon ampun kepada Allah. Firman-Nya: “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia beristigfar kepada Allah, niscahya ia mendapati Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”
Dampak laiinya kita akan mencari cair amalan baik yang belum sempat kita lakukan selama ini. Kita akan rajin berdo’a. rajin berdzikir. Banyak melakukan amal sholeh. Dan segera meninggalkan larangan-Nya. Begitu besarnya manfaat muhasabah. Semoga kita dituntun Allah untuk selalu bermuhasabah. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Drs. H. Bakrim Ma’as

Sunday 12 January 2014

Posted by Unknown
No comments | 04:52
Saat Nabi Muhammad SAW hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajahnya, dan juga kamera foto belum lagi ditemukan.

Jadi itulah sebenarnya duduk masalahnya. Dan dengan masalah itu sebenarnya kita harus bangga.
Sebab keharaman menggambar wajah nabi SAW justru merupakan bukti otentik betapa Islam sangat menjaga ashalah (originalitas) sumber ajarannya.

Larangan melukis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait dengan keharusan menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin.
Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang sholih, yaitu Wadd, Suwa’, Yaguts, Ya’uq dan Nasr oleh kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Memang pada awal kejadian, lukisan tersebut hanya sekedar digunakan untuk mengenang kesholihan mereka dan belum disembah.

Tetapi setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat gambar-gambar tersebut, kemudian syetan menggoda mereka agar menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang sholih tersebut.

Melukis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau berhalaisme baru, padahal Islam adalah agama yang paling anti dengan berhala.

Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela kelakuan orang-orang ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang sholih mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka :
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian menyanjungku berlebihan sebagaimana orang-orang Nashrani menyanjung Putera Maryam, karena aku hanya hamba-Nya dan Rasul utusan-Nya.” (HR. Ahmad dan Al-Bukhori)

Itulah sebab utama kenapa Umat Islam dilarang melukis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dalam rangka menjaga kemurnian ‘aqidah tauhid.

Allahu Akbar !!! Allahu Akbar!!!
Wallahu 'alam..


taken from : strawberry

Sunday 4 August 2013

Posted by Unknown
No comments | 16:54
Kisah ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a.
Pada suatu pagi Rasulullah SAW bersama dengan sahabatnya Anas bin Malik r.a. melihat suatu keanehan. Bagaimana tidak, matahari terlihat begitu redup dan kurang bercahaya seperti biasanya.

Tak lama kemudian Rasulullah SAW dihampiri oleh Malaikat Jibril.

Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada Malaikat Jibril : "Wahai Jibril, kenapa Matahari pagi ini terbit dalam keadaan redup? Padahal tidak mendung?"

"Ya Rasulullah, Matahari ini nampak redup karena terlalu banyak sayap para malaikat yang menghalanginya." jawab Malaikat Jibril.

Rasulullah SAW bertanya lagi : "Wahai Jibril, berapa jumlah Malaikat yang menghalangi matahari saat ini?"

"Ya Rasulullah, 70 ribu Malaikat." jawab Malaikat Jibril.

Rasulullah SAW bertanya lagi : "Apa gerangan yang menjadikan Malaikat menutupi Matahari?"

Kemudian Malaikat Jibril menjawab : "Ketahuilah wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT telah mengutus 70 ribu Malaikat agar membacakan shalawat kepada salah satu umatmu."

"Siapakah dia, wahai Jibril?" tanya Rasulullah SAW.

"Dialah Muawiyah...!!!"jawab Malaikat Jibril.

Rasulullah SAW bertanya lagi : "Apa yang telah dilakukan oleh Muawiyah sehingga saat ia meninggal mendapatkan kemuliaan yang sangat luar biasa ini?"

Malaikat Jibril menjawab : "Ketahuilah wahai Rasulullah, sesungguhnya Muawiyah itu semasa hidupnya banyak membaca Surat Al-Ikhlas di waktu malam, siang, pagi, waktu duduk, waktu berjalan, waktu berdiri, bahkan dalam setiap keadaan selalu membaca Surat Al-Ikhlas."

Malaikat Jibril melanjutkan penuturannya : "Dari itulah Allah SWT mengutus sebanyak 70 ribu malaikat untuk membacakan shalawat kepada umatmu yang bernama Muawiyah tersebut."

SubhanAllah..
Walhamdulillah..
Wala ilaha illallah..
Wallahu akbar.

Rasulullah SAW bersabda : ''Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?" Mereka menjawab, "Bagaimana mungkin kami bisa membaca sepertigai Al-Qur'an?" Lalu Nabi SAW bersabda, "Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an.'' (H.R. Muslim no. 1922)


 taken from : strawberry

Thursday 18 July 2013

Posted by Unknown
No comments | 10:48
Karena taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:

1

Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita. qs-qaaf-16.gif
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)

2

Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.
qs-50-17.gif
“ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).

3

Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.
qs-36-65.gif
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.
Wallahu a’lam bish showab.
Posted by Unknown
No comments | 10:43
Ada 3 hal penting yang sering disebut diperlukan oleh setiap seorang Mukmin yaitu iman, ilmu dan amal. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan harus dimiliki untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk dapat beramal dengan benar, maka seseorang harus memiliki ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa hanya menahan haus dan lapar saja, tidak menahan ucapan atau perbuatan keji yang dapat merusak ibadah puasa.

Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul Jauzi).

Orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak.

Rasulullah SAW bersabda, “(Ada sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka.” (Fathul Bari 6/714).

Imam Ibnu Taimiyah berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”

Maksudnya mereka beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah dibaliknya.

Terkadang pelaksanaan ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal yang dapat dilaksanakan.

Terdapat cerita nyata pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan. Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.

Keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” HR. Tirmidzi.

Sahabat Umar bin Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.” 

Bagusnya pemahaman terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang sangat muda.

Oleh karena itu berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan pemahamannya.”
Wallahu a’lam.

Taken from : Gatot Punomo

Monday 15 July 2013

Posted by Unknown
No comments | 09:57
Assalaamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakaatuh...

Mari wahai kawanku semua, kita kaji kembali perintah Allah SWT tentang berpuasa di bulan Ramadhan. Aturan untuk shoum di bulan Ramadhan telah ditetapkan Allah SWT dalam surat Al Baqarah dari ayat 183 sampai ayat 187. Hampir seluruh ayat tersebut terdapat kata-kata shoum:

  • (Al Baqarah 183)
  • (Al Baqarah 184)
  • (Al Baqarah 185)
  • (Al Baqarah 187)
Hanya ayat 186 yang tidak mengandung kata shoum:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Peletakan ayat ini diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud. Kalau ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lain).

Menurut riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman ‘Ud’uni astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya)” (QS 40:60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.)

Menurut Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung tentang keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia akan mengabulkan segala doa kita. Dalam ayat ini juga terdapat tiga syarat untuk diterimanya suatu doa. Pertama, doa tersebut harus dipanjatkan kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa kepada mahluk Allah seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa akan lebih baik apabila doa tersebut diucapkan secara langsung kepada-Nya. Syarat kedua dalam berdoa adalah kita harus memenuhi segala perintah Allah SWT. Seperti ketika seorang anak sebaiknya mengikuti nasehat/perintah orang tuanya untuk mendapatkan yang diinginkannya. Sedang syarat ketiga adalah kita harus beriman kepada-Nya agar doa kita diterima.

Walaupun ayat 186 ini tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini menunjukkan pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW:
“Orang yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud)
Atau dalam hadits lain, nabi SAW bersabda:
“Ada tiga orang yang tidak akan ditolak doanya yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sehingga dia berbuka dan orang yang dianiaya. Doa mereka diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari kiamat dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, ‘Demi keagungan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’” (Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)

Demikianlah, urgensi dari berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu meningkatkan kemungkinan doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.
Wallahua’lam bish showab.

Wassalaamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakaatuh..

Re-posted by Dwi Adhi Putra (@da_putra)

Blogroll

About