Thursday 18 July 2013

Posted by Unknown
No comments | 11:10
Pada setiap peristiwa, selalu ada pelajaran yang disematkan Allah di dalamnya. Tinggal apakah umat Islam mau mengambilnya atau tidak. Kudeta militer yang menggulingkan Presiden Mesir Muhammad Mursi juga sarat pelajaran bagi umat Islam dan gerakan dakwah, di seluruh penjuru dunia. Agar –diantaranya- kudeta serupa tidak terulang saat gerakan Islam berkuasa...

Berikut ini 6 Pelajaran Penting dari Kudeta Militer di Mesir yang ditulis oleh Ustadz Faridz Nu’man di situs pribadinya:

Pelajaran Pertama. Pertarungan abadi antara al haq dan al batil, serta junudul haq dan junudul batil.

Ikhwah fillah a’azzaniyallah wa iyyakum

Ini adalah hakikat yang tidak terbantahkan, bahwa keduanya tidak akan pernah akur, kecuali hudnah dalam waktu yang sesaat. Sirah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengajarkan, Bani Khuzaah yang pernah memberikan pertolongan kepada perjuangan Beliau pun akhirnya berkhianat hingga menghasilkan perang Khandaq.

Basa basi yang mereka lakukan di hadapan Islamiyyun (aktifis muslim), hanyalah permen manis untuk melenakan kita agar terlupa atas kejahatan dan makar-makar mereka yang lalu, sekarang, dan akan datang. Maka, jangan pernah melupakan madah tarbiyah: “Ash Shiraa’ bainal haq wal baathil”

Pelajaran Kedua. Musuh-musuh da’wah bersatu walau mereka juga mengalami friksi.

Ikhwah fillah

Ini pelajaran kedua, yang begitu terang benderang. Al Kufru millatu waahidahi. Apa pun baju dan merk mereka, walau mereka juga terjadi perpecahan, mereka mampu melupakan perselisihan di antara mereka sendiri demi menghalau musuh mereka bersama; aktifis muslim. Jika sudah selesai, maka mereka akan berselisih kembali.

Tahsabuhum jami’an wa quluubuhum syatta… kamu menyangka mereka bersatu padahal hati mereka berpecah belah.

Baik itu liberal, sekuler, zionis Yahudi, dan Salibis, baik di Indonesia, Mesir, AS, Uni Eropa, dan lainnya sama saja!

Pelajaran Ketiga. Tidak padunya sesama aktifis muslim

Perhatikan nasihat Rabbani ini:


وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak bersatu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al Anfal: 73)

Sungguh disayangkan, ketika Presiden Muhammad Mursi dikudeta, justru Hizbun Nuur (Salafi), Raja Abdullah dari Arab Saudi, dan yang semisal mereka malah mendukung penggulingan itu, bahkan memberikan selamat kepada presiden baru.

Padahal ini bertentangan dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang melarang memberontak kepada pemimpin yang sah lagi shalih. Bukankah ini yang selalu mereka dengungkan, bahkan mereka menyebut khawarij bagi para pelaku bughat?

Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

وأما النصيحة لأئمة المسلمين فمعاونتهم على الحق وطاعتهم فيه وأمرهم به وتنبيهم وتذكيرهم برفق ولطف وإعلامهم بما غفلوا عنه ولم يبلغهم من حقوق المسلمين وترك الخروج عليهم وتألف قلوب الناس لطاعتهم قال الخطابي رحمه الله ومن النصيحة لهم الصلاة خلفهم والجهاد معهم وأداء الصدقات إليهم وترك الخروج بالسيف عليهم إذا ظهر منهم حيف أو سوء عشرة وأن لا يغروا بالثناء الكاذب عليهم وأن يدعى لهم بالصلاح وهذا كله على أن المراد بأئمة المسلمين الخلفاء وغيرهم ممن يقوم بأمور المسملين من أصحاب الولايات وهذا هو المشهور وحكاه أيضا الخطابي ثم قال وقد يتأول ذلك على الأئمة الذين هم علماء الدين وأن من نصيحتهم قبول ما رووه وتقليدهم في الأحكام وإحسان الظن بهم

Ada pun nasihat untuk para imam kaum muslimin adalah: dengan membantu mereka di atas kebenaran, mentaati mereka, memerintahkan mereka dengan ketaatan, dan memperingatkan mereka dengan cara lembut dan santun, memberitahu mereka ketika mereka melalaikan hak kaum muslimin, tidak memberontak, dan menyatukan hati kaum muslimin untuk mentaatinya. Berkata Al Khathabi Rahimahullah: diantara bentuk nasihat untuk mereka adalah: shalat di belakang mereka, jihad bersama mereka, menunaikan zakat, tidak memberontak dan mengangkat senjata jika melihat adanya kezaliman pada mereka atau perilaku yang buruk, tidak mempardayai mereka dengan pujian-pujian dusta, dan mendoakan mereka dengan kebaikan. Semua ini nasihat bagi para imam kaum muslimin dalam pengertian para khalifah dan selain mereka yang mengurusan urusan kaum muslimin, dari kalangan para penguasa. Inilah yang masyhur. Ini juga dikatakan oleh Al Khathabi. Kemudian dia berkata: ada juga yang metakwil bahwa pemimpin di sini adalah para ulama, dan nasihat bagi mereka adalah dengan menerima pandangan mereka, mengikuti mereka dalam masalah hukum, dan berbaik sangka kepada mereka.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/38-39)

Jangan sampai hanya karena presidennya dari Ikhwanul Muslimin, maka pemberontakan dan penggulingan adalah sah! Tidak peduli dia shalih atau tidak, berprestasi atau tidak, pokokya dari Ikhwan, maka boleh digulingkan.

Ada juga yang diam, tidak peduli, bahkan masih mencibir dan sinis karena Mursi adalah presiden terpilih melalui proses demokrasi yang kufur kata mereka … Wallahul Musta’an wa Ilahi Musytaka!

Pelajaran Keempat. Pentingnya kekuatan media

Di dalam negeri, kita dibombardir berita demonstrasi anti Mursi, seakan mereka mendominasi di sana. Padahal mereka –liberal, sekuler, dan salibis- adalah tirani minoritas. Bahkan memelintir berita adalah halal bagi mereka. Merubah hakikat peristiwa adalah biasa saja ….. walau itu zalim!

Fabaddalal ladziina zhalamuu qaulan ghairalladzi qiila lahum … dan orang-orang zalim itu merubah kata-kata yang tidak dikatakan kepada mereka .

Sebaliknya, aksi dukungan untuk Mursi sepi pemberitaan. Mereka tidak tertarik memberitakannya, walau aksi dukungan tersebut jauh lebih besar. Kenapa mereka tidak tertarik? Apakah juga karena ideologi yang berbeda? Ini pun juga dialami oleh aktifis muslim di Indonesia.

Jika memang begitu, apakah belum cukup alasan bagi aktifis Islam untuk memiliki Media sendiri? Jangan satu, buatlah seribu …..! Kita memiliki banyak SDM dan kekayaan, dan mampu untuk itu, tapi maukah?

Pelajaran Kelima. Pentingnya menda’wahi militer

Ya! Mereka adalah bagian dari mad’u kita. Bukan musuh, mereka punya moncong senjata kita punya fikrah. Paduan keduanya adalah kekuatan untuk menjaga agama dan teritori. Oleh karenanya Al Ustadz Hasan Al Banna pernah mengatakan bahwa di antara Syumuliatul Islam adalah Akhlaq wa Quwwah – akhlak dan kekuatan. Semua ini agar moncong mereka tidak diarahkan kepada aktifis muslim apalagi jamaah shalat. Melainkan kepada musuh-musuh Islam dan kaum muslimin.

Pelajaran Keenam. Sabar tiada henti

Inilah jalan da’wah, apa yang dialami oleh Ikhwanul Muslimin dengan berbagai sejarah panjang penyiksaan, penangkapan, pengusiran, dan pembunuhan yang mereka alami, baik di Mesir, atau di negara lain, dulu dan sekarang, adalah pengulangan apa yang dialami oleh Junudul Haq generasi pertama. Fa’tabiruu yaa ulil abshaaar!

Wallahu A’lam. [Sumber: Ustadzfarid.com]
Posted by Unknown
No comments | 10:48
Karena taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:

1

Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita. qs-qaaf-16.gif
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)

2

Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.
qs-50-17.gif
“ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).

3

Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.
qs-36-65.gif
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.
Wallahu a’lam bish showab.
Posted by Unknown
No comments | 10:43
Ada 3 hal penting yang sering disebut diperlukan oleh setiap seorang Mukmin yaitu iman, ilmu dan amal. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dan harus dimiliki untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Untuk dapat beramal dengan benar, maka seseorang harus memiliki ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa hanya menahan haus dan lapar saja, tidak menahan ucapan atau perbuatan keji yang dapat merusak ibadah puasa.

Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: “Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada mashlahatnya” (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis, oleh Ibnul Jauzi).

Orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan madhorot kepada orang lain. Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa adalah orang yang sesat padahal mereka melaksanakan sholat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak.

Rasulullah SAW bersabda, “(Ada sekelompok kaum), mereka menganggap sholat yang dilakukan oleh kamu sangat kecil bila dibandingkan sholat mereka, dan puasanya dianggap lebih rendah dari puasa mereka. Mereka membaca Al Quran, tetapi tidak melampaui kerongkongan mereka.” (Fathul Bari 6/714).

Imam Ibnu Taimiyah berkata: “Meskipun sholat, puasa dan tilawah Quran mereka banyak, namun mereka keluar dari kelompok ahlus Sunah wal Jamaah. Mereka adalah kaum ahi ibadah, wara’ dan zuhud, tetapi itu semua tidak didasari dengan ilmu.”

Maksudnya mereka beribadah dan membaca Al Quran, tetapi amalan tersebut dilaksanakan hanya sebagai rutinitas, tanpa pemahaman terhadap apa yang dilakukan. Mereka memahami ibadah itu suatu perintah yang harus dilaksanakan tanpa memahami hikmah dibaliknya.

Terkadang pelaksanaan ibadah dibuat untuk rutinitas saja. Ada pelaksanaan sholat Jumat berjamaah dengan khutbah yang berisi nasihat dari beberapa ayat Quran dan doa yang sudah tertulis pada beberapa lembar kertas. Dan cara ini sudah dilakukan bertahun-tahun. Tentu saja sangat disayangkan jamaah yang sholat Jumat di masjid tersebut. Tidak ada nasehat atau taujih yang dapat dipahami dan amal yang dapat dilaksanakan.

Terdapat cerita nyata pada suatu perumahan dimana beberapa ibu rumah tangga terjerat hutang dengan rentenir yang memberikan pinjaman uang dengan bunga yang mencekik. Ternyata para rentenir terebut adalah ibu-ibu yang terlibat aktif dalam pengajian pekanan. Kisah ini menunjukkan bahwa kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan tidak memberikan dampak positif pada aktifitas muamalah yang dilakukan.

Keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan atau amalan, akan tetapi dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Satu orang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” HR. Tirmidzi.

Sahabat Umar bin Khathab ra juga pernah berkata, “Kematian seribu ahli ibadah yang selalu sholat di waktu malam dan berpuasa di siang hari itu lebih ringan daripada kematian orang cerdas yang mengetahui halhal yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.” 

Bagusnya pemahaman terhadap agama mengalahkan faktor yang lainnya. Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khathab ra pernah mengangkat sahabat Ibnu Abbas ra yang pada saat itu masih berusia 15 tahun untuk menjadi anggota majelis syuro. Umar bin Khathab ra menjulukinya sebagai “pemuda tua” karena ketinggian pemahamannya pada usia yang sangat muda.

Oleh karena itu berusahalah kita mendapatkan pemahaman yang benar terhadap Islam yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral dan universal. Hal ini akan menyelamatkan kehidupan kita di dunia dan akhirat. Ibnul Qayyim pernah berkata, “Benarnya kepahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Tiada nikmat yang lebih utama setelah nikmat Islam melebihi kedua nikmat tersebut. Karena nikmat itulah seseorang memahami Islam dan komitmen pada Islam. Dengannya seorang hamba dapat terhindar dari jalan orang-orang yang dimurkai, yaitu orang yang buruk tujuannya. Juga terhindar dari jalan orang-orang yang sesat, yaitu orang yang buruk pemahamannya, serta akan menjadi orang-orang yang baik tujuan dan pemahamannya.”
Wallahu a’lam.

Taken from : Gatot Punomo

Tuesday 16 July 2013

Posted by Unknown
No comments | 09:52
Hati-hati Makan Kangkung Tumis, dll yang berkaitan dengan KANGKUNG, mungkin cerita ini dapat menjadi pertimbangan bagi ANDA sekalian ketika ANDA hendak makan KANGKUNG.

di klinik yang terkenal di Malaysia, semua Dokter kebingungan karena ada seorang anak kecil yang mnderita sakit perut. Anak itu dbawa ke klinik oleh Ortu nya setelah 2 hari menderita DIARE. Sudah bermacam obat sakit perut yang dberikan kepada anak itu, namun DIARE tidak kunjung sembuh.

Kemudian Ortu anak tersebut di tanya oleh Dokter, "makanan apa yang di makan oleh anak tersebut selama 2 hari ini ? "Ortu anak itu kebingungan, karena sejak anaknya DIARE, anak tersebut tak mau makan, dia hanya minum susu putih, itu pun muntah.

Setelah diperiksa, ternyata sebelum menderita DIARE, malam tersebut anak itu makan Kangkung Tumis diRestoran bersama Ortu nya. Dokter segera melakukan X-RAY, trnyata dalam usus anak tersebut telah berkembang biak LINTAH dengan anaknya yang kecil - kecil.

Dokter menyerah dan menyatakan tidak sanggup mengambil tindakan medis apapun. Akhirnya anak kecil malang itu pun MENINGGAL DUNIA.

Setelah diperiksa ulang, ternyata Lintah itu sebelumnya berada didalam Batang Kangkung yang besar. Memang, untuk penggemar kangkung tumis yang paling enak adalah BATANGNYA.

Lintah yang brada di dalam batang kangkung itu tidak akan mati walau dimasak slama 20 menit, apalagi untuk kangkung tumis proses memasak tidak terlalu lama agar menghasilkan rasa kangkung yang sedap. Lintah hanya akan MATI jika DI BAKAR.

Didalam usus anak kecil tadi, lintah hanya butuh waktu 1 - 2 hari untuk berkembang biak.

Jika ada keluarga/ teman - teman yang mengalami hal tersebut, lakukan tindakan dengan memberi minum air Rendaman Tembakau (bisa diambil dari rokok kretek) biasanya lintah "akan keluar dan dalam keadaan mati.

Kabarkan kepada teman, sahabat, keluarga, atau siapapun yang anda kenal Kirim ke semua kontak anda, klik ''Share/bagikan' artikel ini, Sangat bermanfaat....

Ini kisah nyata !! Jangan di remehkan Dan disarankan bila anda memasak kangkung, Harap belah batangnya.

Semoga bermanfaat
Taken from : Lautan Cinta Penuh Berkah

Monday 15 July 2013

Posted by Unknown
No comments | 18:22

"Terkadang kenyataan ga selalu sesuai sama yang kita inginkan. Terkadang kita harus nunggu lebih lama buat ketemu orang yang kita sayang." - Niki 

Film terbaru dari Maxima Pictures, Refrain, beranjak dari novel laris bertajuk sama yang dikreasi oleh Winna Efendi. Mengingat pangsa pasar yang disasar adalah remaja, maka yah... apa yang dituturkan di sini tidak jauh-jauh dari problematika percintaan segi rumit diantara sejumlah remaja SMA. Yang menjadi ‘korban’ asmara untuk sekali ini terdiri dari Niki (Maudy Ayunda), Nata (Afgansyah Reza), dan Annalise (Chelsea Elizabeth Islan). Sementara Niki dan Nata telah menjadi sahabat karib semenjak mereka masih bocah, maka Anna adalah siswi pindahan yang baru saja memasuki kehidupan mereka. Apabila ini berlangsung di kehidupan sesungguhnya, segalanya tidak akan berjalan kelewat berliku serta cenderung lurus. Tapi berhubung ini adalah film romansa... maka segalanya tidak baik-baik saja. Bisa dipastikan, ada percikan asmara diantara ketiganya yang sengaja disembunyikan demi menunggu waktu yang tepat untuk diungkapkan. Namun yang lantas menjadi pertanyaan (yang sekaligus menjadi konflik utama), kapan waktu yang tepat itu akan datang menghampiri? 


Memertemukan Fajar Nugros dengan Haqi Achmad dalam sebuah proyek adaptasi untuk novel remaja bergenre romansa, sejatinya merupakan ide yang bagus. Masing-masing telah berpengalaman di jalur ini dengan setidaknya satu karya yang dapat dibanggakan – Fajar melalui Cinta di Saku Celana, sedangkan Haqi lewat Radio Galau FM. Akan tetapi, apa yang sepertinya terlihat bagaikan ‘dream team’ di atas kertas, ternyata tak berjalan sesuai dengan pengharapan di lapangan. Mereka tidak dibekali dengan materi yang memadai. Nyaris tak ada sesuatu yang istimewa untuk ditawarkan dalam jalinan penceritaan. Bisa dibilang, segalanya kelewat sederhana, dangkal, dan hambar. Rasa manis memang masih bisa dikecap di beberapa bagian, namun sebagian besar yang lain nyaris tak ada rasa. Bangunan karakter beserta konflik di sini terlalu lemah. Saya tak merasa terikat dan peduli untuk mengikuti petualangan cinta Niki, Nata, Anna, dan Oliver (Maxime Bouttier). Keempat tokoh ini tak pernah menjadi begitu dekat dengan penonton, hampir tak mempunyai chemistry, dan seolah sibuk dengan urusan masing-masing. Bukan hal yang bagus, tentu saja. Untungnya, Maudy Ayunda menyalurkan energi untuk tokoh yang diperankannya secara maksimal dan pendatang baru Chelsea Elizabeth Islan mudah untuk disukai. 

Ketika paruh awal masih terbilang lumayan menarik untuk disimak, memasuki paruh akhir... putaran yang cukup drastis terjadi. Konflik demi konflik menggempur secara beruntun berpotensi menciptakan klimaks yang menghentak yang sayangnya tak pernah terjadi. Perubahan karakteristik dari beberapa tokoh yang kelewat ekstrim menjadikan Refraintoo weird to be true’. Berbelok kelewat tajam secara mendadak, tanpa melalui proses bertahap. Tentu, maksudnya untuk menghasilkan dramatisasi, yang terjadi justru menjadikan tokoh-tokoh tersebut tak manusiawi dan luar biasa menyebalkan. Simpati pun gagal tersemat. Untuk memberi sentuhan akhir yang mengesankan, film lantas diterbangkan ke luar negeri, atau dalam hal ini Austria – mengingatkan saya kepada film-film buatan Soraya generasi Shandy Aulia. Sekalipun porsinya terbilang minim, adegan-adegan yang terjadi di Austria ini terbilang cukup manis. Bisa terasa lebih manis, jika saja... gambar tidak pecah. Duh. Jauh-jauh menjalani proses pengambilan di negeri orang hanya untuk mendapatkan gambar yang tak sedang dipandang. Sungguh sangat disayangkan. 

Refrain bisa jadi akan dengan mudah membuat para remaja yang masih duduk di bangku sekolah jatuh cinta, terutama berkat para pemainnya yang sedap dipandang dan kisah percintaannya yang penuh kegalauan. Namun bagi mereka yang telah melewati fase ini (seperti saya yang tak lagi muda. Uhuk.)... Refrain akan dengan mudah menguap. Ditilik dari segi materi promosi, kudu diakui film ini adalah salah satu yang terkuat tahun ini – bahkan bisa jadi, dalam beberapa tahun terakhir – akan tetapi sayangnya itu tidak dibarengi dengan filmnya yang hadir dengan jalinan penceritaan yang lemah dan kekurangan energi dalam membuat penonton (dari berbagai generasi, tidak hanya remaja) untuk peduli dan terikat dengan kisah yang digulirkan. Nyaris tak ada greget yang dirasakan. Sayang sekali, padahal Refrain berpotensi menjadi film romantis yang mengesankan jika ditangani secara tepat.

Posted by Unknown
No comments | 18:12

"Apa kabar perawan tua? Kelapa itu semakin tua semakin kental santannya. Maka banggalah menjadi perawan tua." - Sukarman 

Cinta Suci Zahrana adalah film Lebaran terbaik tahun ini... jika dinilai dari trailer. Dari keempat film Indonesia yang dilempar ke pasaran menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri, Cinta Suci Zahrana menjadi satu-satunya yang mempunyai trailer paling ‘bener’. Fungsinya terjalankan dengan baik. Tapi sayang sekali, Sinemart, kualitas dari sebuah film tidak dinilai dari penampilan trailer-nya, sebagus apapun kemasannya. Setelah Ayat-Ayat Cinta, film-film adaptasi dari novel karangan Habiburrahman El Shirazy – atau yang akrab disapa Kang Abik – kian lama kian memprihatinkan. Puncaknya, ketika beliau memutuskan untuk turun ke lapangan demi membesut Dalam Mihrab Cinta yang ah... sudahlah, tak usah dibahas. Anda tentu sudah tahu betapa konyolnya film tersebut. Entah karena memang suatu kesengajaan lantaran paham betul penonton akan mengolok-olok hasil akhir film ini, atau murni karena sebuah kecelakaan – hanya sutradara dan Tuhan yang tahu, Chaerul Umam yang juga menangani dwilogi pembangun jiwa, Ketika Cinta Bertasbih, memutuskan untuk membawa Cinta Suci Zahrana ke ranah komedi. Setidaknya, itu yang berhasil saya tangkap. 
Tidak seperti Ayat-Ayat Cinta, dwilogi Ketika Cinta Bertasbih, maupun Dalam Mihrab Cinta, petualangan cinta dosen muda bernama Zahrana (Meyda Sefira) ini tidak dibalut dalam jalinan cerita yang mendayu-dayu, dan nuansa romantis yang berlebihan. Chaerul Umam mencoba untuk melakukan pendekatan baru, menerjemahkan novel Kang Abik menjadi sebuah film yang penuh dengan kegembiraan, keceriaan, dan kekonyolan yang membuat gedung bioskop dipenuhi dengan riuh tawa penonton yang nyaris tiada henti sepanjang film. Terserah Anda mengartikan ini sebagai sebuah penilaian yang positif atau negatif. Yang jelas, saya sangat menikmati setiap detik yang berjalan tatkala menyaksikan film ini. Ini adalah film Indonesia pertama yang membuat saya tertawa terbahak-bahak sampai-sampai mengeluarkan air mata – atau jika Anda ingin saya menuliskannya dalam bahasa yang lebay, ngakak kejengkang – di tahun 2012. Naskah olahan almarhum Misbach Yusa Biran menuntut film untuk bertutur dengan lebih santai dan realistis. Konflik yang dihadapi oleh Zahrana, begitu juga dengan sejumlah tokoh yang hadir dalam kehidupan Zahrana, dapat kita jumpai dengan mudah di kehidupan nyata. Beberapa dari Anda tentu sudah pernah dihadapkan pada pertanyaan, "kapan nikah?" atau "sudah punya calon belum?". Pertanyaan sederhana tapi nyelekit inilah yang menjadi dasar cerita Cinta Suci Zahrana.  
Jalan cerita Cinta Suci Zahrana masih mengulik seputar perjodohan dan lamar-melamar. Zahrana yang telah berusia 34 tahun tidak kunjung dipersunting oleh lelaki. Bukan tidak ada yang mau dengan Rana – sapaan akrab Zahrana, akan tetapi wanita yang baru saja kembali dari Beijing berkat prestasinya yang moncer dalam bidang akademis ini belum menemukan yang pas di hati *halah*. Hal ini membuat kedua orang tua Rana cemas. 
Harapan terakhir ayah Zahrana yang sakit-sakitan, Munajat (Amoroso Katamsi), adalah ingin segera melihat putri semata wayangnya ini segera naik ke pelaminan. Atasan Rana, Sukarman (Rahman Yacob), melamar Rana. Dengan alasan tidak menyukai akhlak dari Sukarman, Rana menampik lamaran. Konsekuensi yang diterima, dia kehilangan pekerjaan dan mendapat teror SMS yang tiada berkesudahan. Melihat kondisi sang ayah yang kian kritis, Rana pun meminta bantuan seorang ustadzah untuk mencarikannya jodoh. Rana dijodohkan dengan seorang penjual kerupuk keliling, Rachmad (Kholidi Asadil Alam). Di saat pernikahan hendak dilangsungkan, hadir Hasan (Miller Khan), seorang mahasiswa tingkat akhir yang pernah dibimbing Rana saat mengerjakan skripsi.
 Jika Anda sudah hafal dengan cara bertutur Kang Abik, maka Anda tentu sudah bisa menebak bagaimana penyelesaian cinta segibanyak antara Rana dengan para pria yang mengejarnya. Ada tokoh yang kudu dijadikan ‘tumbal’ demi terwujudnya akhir kisah yang bahagia. Yang menjadi pertanyaan, siapakah dia? Jeng jeng! Film pun ditutup dengan dialog menggelikan yang membuat saya ingin bergelantungan di dalam bioskop. “Mas, bolehkah aku menciummu?” “Tapi aku malu, dik.” “Tapi kan kita sudah menikah, sudah halal, dan kita sendirian.” Setelah dialog ini, Rana dan suaminya berjalan menjauhi kamera, menuju Candi Prambanan. Penonton tidak dibiarkan tahu, apakah mereka akhirnya berciuman atau tidak. Meh. 
Posted by Unknown
No comments | 10:43

Oleh : Dwi Adhi Putra
Sang surya telah tergelincir. Langit tampak memerah, setidaknya setelah impuls warna biru dengan peradangan sinar matahari yang jatuh ke selaput mata. Udara saat itu telah merubah sikapnya menjadi dingin, tak seperti sebelumnya yang merangkul dengan penuh kehangatan. Hari itu adalah hari sabtu. Siswa-siswi dipulangkan lebih awal. Setidaknya dua jam lebih awal sebelum adzan maghrib dikumandangkan.
  “Kriing…kriing…kring…,” nada dering panggilan dari sebuah HP milik salah seorang siswa SMU TARUNA BUMI. Sebut saja Adhi. Parasnya begitu manawan dengan pakaian rapi yang dikenakannya dan potongan rambut gaya syegi yang begitu melengkapi kesempurnaan parasnya. Banyak sekali gadis-gadis yang mengejarnya berharap biasa menjadi pasangan hidupnya.
            “Halo, Pa?” Suara halus yang indah telah ia keluarkan untuk menjawab panggilan dari sang Papa.
            “Cepatlah pulang! Kamu tidak ada kegiatan bukan?” Telepon Papa via HP. Sangat tumben sekali beliau telepon ke HP Adhi. Sejak ia dibelikan HP SAMSUNG oleh mama saat ulang tahunnya yang ke -18 lalu, tepatnya satu gross hari yang lalu dan tercatat papa baru dua kali calling dan tiga kali kirim SMS ke HP Adhi.
            “Ada apa tho, Pa?” Logat ke-Yogyakartaannya mulai terlihat.
            “Papa ingin jalan-jalan bareng sama Kamu dan Mama. Refreshing-lah…! Papa jenuh dengan kehidupan Papa salama ini.”
            “Kemana, Pa?” Sahut Adhi dengan persaan yang sedikit aneh.
            Wajar saja, Papa yang dikenal Adhi adalah sosok yang selalu sibuk dengan pekerjaannya yang seabrek-abrek, dan berperan sebagai gladiator yang selalu menuntut Adhi untuk menjadi lelaki sejati yang dapat meneruskan pekerjaannya itu tiba-tiba saja berubah menjadi papa yang cukup menyenangkan.

            “Puncak Dieng! Villa kita yang di sana sudah lama tidak kita tempati.” Jawab sang Papa.
            Yah, itu karena kesibukan Papa. Kesempatan bersantai bersama keluarga nyaris semua tergadai. Bagaimana mungkin, anak semata wayang itu tidak berkutub kepada sang Mama. Ya, profil yang melekat selama delapan belas tahun usianya itu adalah profil sang Mama. Adhi sangat ingat kehadiran papanya di rumah selalu ia tanggapi dengan kesibukan-kesibukannya membaca komik dan novel-novel islami. Tak jarang ia juga hanya bermain game computer. Papa sendiri nampaknya juga kurang tertarik untuk ngobrol dengan anak itu.
            “Iya deh, Pa. Adhi pulang secepatnya.”
            “Papa tunggu, lho..!”
            “Siap, Pa!”
Seperti ada kedekatan antara dua sosok beda generasi itu. Adhi melangkahkan kakinya panjang-panjang berharap dapat segera mencapai rumah. Jarak yang hanya berkisar seratus meter dari sekolahnya itu nampak begitu jauh. Mungkin karena getaran jiwa yang sudah lama tidak Adhi rasakan, sehingga terasa begitu melankolis.
“Assalamu’alaikkum…!” Sapa Adhi.
Dua sosok manusia menyambut dengan senyuman manis yang begitu melenakan jiwa. Papa yang begitu tampan dan gagah dengan pakaian sportinya dan mama yang tampil bagitu cantik mempesona dengan busana muslim berwarna pink yang begitu kontras. Betapa serasi mereka di mata Adhi. Mendadak Adhi ingin sekali memeluk keduanya dengan erat.
“Sudah siap, Dhi?” Tanya sang Papa.
“Barang-barangmu sudah kami siapkan. Tinggal ganti baju saja. Untuk makan, nanti kita cari warung di perjalanan.” Kata sang Mama dengan lembut.
“Oke, Ma! Tunggu sebentar ya?”
Dalam waktu sepuluh menit Adhi telah siap. Dengan sepatu, celana gunung, kaos oblong, jaket dan topi ala Indiana Johns melekat pada pemuda itu. Ia juga melengkapi barang-barang pribadinya dengan buku-buku komik dan koleksi novel islami kesanyangannya.

Papa membuka pintu panthernya. Sengaja menggunakan yang panther karena selain dinilai tangguh juga dapat memuat banyak barang. Begitu masuk, terlihatlah seabrek-abrek barang bawaan untuk liburan mereka telah memenuhi  jok belakang. Ada sepeda gunung, rock climbing, tenda, tiga buah ransel, dan beberapa perlengkapan liburan lainnya berdesak-desakan ingin ikut berlibur. Sang Papa duduk di depan sebagai driver dengan didampingi permaisurinya, Mama. Sedangkan Adhi duduk di jok tengah sendirian. Yah, begitulah nasib seorang anak semata wayang. Apapun selalu sendiri. Tidak ada yang digodain, dimanjain, dicubitin, dicurhatin, bahkan diajak berantem. Tapi setidaknya Adhi masih punya seorang mama yang selalu perhatian dengannya setiap waktu dan seorang papa yang ternyata masih bisa meluangkan waktunya untuk keluarga.
Sebenarnya, Adhi mempunyai dua orang adik. Tapi mungkin belum saatnya sehingga Allah telah mengambilnya kembali. Adik pertamanya sudah berusia enam tahun, namun akhirnya dia pulang ke rahmatullah setelah gugur di medan pertempurannya melawan penyakit kanker otak. Sedangkan adik keduanya meninggal dunia saat berusia tujuh bulan dalam kandungan sang Mama karena keguguran. Ya, padahal dia belum melihat dunia, tapi sudah say goodbye duluan. Tapi mungkin itu adalah rencana Allah, dan rencana-Nya selalu untuk menjadikan hambanya yang terbaik.
Dari balik jendela mobil itu, Adhi memandangi indahnya pemandangan  disepanjang perjalanan menuju Dieng. Terlihatlah hamparan kebun kopi yang sangat luas mencapai ratusan hektar. Daun-daunnya begitu hijau dan bunganya mulai memutih. Bau harumnya sangat semerbak wangi. Jalan yang dilewati dengan penuh liku-liku itu telah terbayar lunas dengan pemandangan yang begitu asri. Bahkan selama perjalanan, sang Papa telah menunjukan betapa ahlinya ia mengemudikan mobil panthernya dalam medan yang penuh liku-liku itu.
“Kalian mau minum es kelapa muda?” Tanya Papa,
“Papa, pernah mampir disebuah warung dekat tikungan di ujung sana, rasanya segar sekali, lho..” Tambah sang Papa.
“Wah, boleh juga itu, Pa! Ayo Ma, kita juga ikut nyoba.” Seru Adhi.


Mobil panther itu pun diparkir di dekat warung tersebut. Warung itu mencoba menunjukkan keramahtamahannya. Senyum lebar tersungging dari bibir tuan pemilik warung itu. Warung yang terbuat dari kombiansi kayu dan bilah bambu itu tampak bagitu menyenagngkan. Tikar yang tergeletak lemas tak berdaya karena tertindih meja kecil untuk menghidangkan es kelapa muda. Papa duduk bersila sambil menggerak-gerakkan kepala dan lengannya mencoba memulihkan kebugarannya. Sang Mama membantu papa dengan memijit-pijit bahu sang Papa. Adhi lebih memilih untuk melompati pagar dan memetik sepucuk bunga kopi yang sangat harum di sana.
“Adhi, es kelapa mudanya sudah datang. Ayo ke sini !” Ajak sang Mama.
“Baik, Ma. Aku ke sana sekarang.” Jawab Adhi sambil melompat dari kebun kopi yang tempatnya lebih tinggi dari jalanan itu. Adhi kemudian memberikan sepucuk bunga kopi itu kepada sang Mama tercinta.
“Jadi keinget masa muda dulu ya, Ma. Ingatkan waktu Papa kasih Mama bunga?” Kata Papa.
“Apa? Papa pernah ngasih Mama bunga? Benarkah itu, Ma?” Tanya Adhi dengan perasaan setengah tidak percaya.
“Iya, tapi terus Mama buang ke tempat sampah.” Jawab Mama judes.
“Lho, kok dibuang, Ma? Kan sayang.” Adhi heran.
“Sebenernya  bunga itu bukan buat Mama, tapi untuk gadis idaman Papa. Karena ditolak maka bunga itu terus dikasihkan ke Mama. Ya, Mama buang! Masa, Mama dikasih bunga bekas !” Jelas sang Mama.
“Padahal, Mamamu itu dulunya adalah salah satu wanita yang menjadi idaman banyak pria lho..” Balas Papa.
“Sudah-sudah, yang pentingkan sekarang Mama sudah jadi milik Papa!” Tegas Mama.
“Nogmong-ngomong kamu udah punya pacar belum?” Tanya sang Papa.


“Adhi maunya langsung menikah aja Pa, Adhi gak mau pacaran! Karena menurut Adhi laki-laki yang telah menyatakan cintanya tapi tidak menjadi pasangan sahnya, itu bukan laki-laki yang genthel, Pa. Karena kalau pacaran itu pasti putus nambung putus nyambung terus, gak sehat ah, Pa.” Ucapnya.
“Papa dulu menikah dengan ibumu juga tanpa melalui pacaran lho..” Sahut Papa.
“Iya, tapi setelah Papa memacari beberapa gadis sebelum Mama.” Balas Mama.
“Lho, kalau dihitung-hitung Papa ini laki-laki keberapa Mama?” Papa tidak mau kalah.
“Sudah-sudah, masa lalu itu untuk dikenang bukan diperdebatkan seperti ini ! Yuk, Pa, Ma, kita lanjutkan perjalanan.!” Lerai Adhi.
Mereka pun bergegas masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanannya setelah membayar ongkos es degan mereka. Setelah kurang lebih dua jam mereka terpenjara dalam mobil, akhirnya mereka tiba di depan sebuah villa dengan warna cat kuning cerah yang memancarkan kemegahannya. Papa menempatkan mobil panthernya di samping villa itu. Seturun dari mobil, mereka disambut oleh seseorang berpeci, berambut keriting, berkumis tebal dan berjenggot. Ia mengenakan kaos lengan panjang dan celana bermotif kotak-kotak. Meski demikian wajahnya menggambarkan keramahan. Seandainya Ia juga mengenakan sarung bermotif kotak-kotak yang dikalungkan pada lehernya, Ia akan tampak seperti pahlawan yang melegenda, Lutung Kasarung. Yah, hampur mirip. Tapi sayang itu bukan dia. Orang yang telah menyambut kami itu bernama Pak Wiratmo. Dulu Pak Wiratmo adalah seorang pelaut. Namun karena perusahaannya bangkrut, Pak Wiratmo kena PHK. Setelah itu dia ditinggalkan oleh anak dan istrinya, karena mereka tidak ingin hidup bersama lagi dengan Pak Wiratmo yang sudah miskin itu. Akhirnya ada seorang teman Papa yang mempertemukan Papa dengan Pak Wiratmo. Papa pun mengangkat Pak Wiratmo sebagai tukang kebun sekaligus penjaga villa ini.
Tanpa bertele-tele, Adhi mulai menurunkan semua barang bawaannya. Dengan sigap Ia mendirikan dua buah tenda sekaligus, di bumi perkemahan dekat villa ayahnya itu. Satu tenda warna biru untuk Pak Wir dan Adhi sedangkan yang satunya berwarna merah untuk Mama dan Papa. Sambil menunggu Adhi selesai mendirikan tenda, Pak Wir dan Papa mencari kayu bakar untuk api unggun. Sebenarnya kalau mau beli juga banyak yang menjualnya, tapi itu adalah sebagai pilihan terakhir jika mereka tidak mendapatkan kayu bakar.
Malam telah datang. Selembar tikar tergelar di atas rumput yang hangat. Api unggun yang berjarak satu meter itu begitu atraktif meluik-liuk ke atas mencoba menglahkan gelapnya malam. Kehangatan cinta diantara mereka menghalagi suhu udara yang dingin ke arah mereka. Pak Wir sibuk dengan membolak-balik daging panggangnya. Aroma harumnya begitu memikat, masuk melalui lubang hidung, diterima impuls dilanjutkan oleh saraf untuk menghantarnya sampai keotak dan didistribusikan sampai ke otot-otot perut sehingga rasa lapar pun menerjang perut mereka.
“Pak Wir, kenapa ya papa dan mama mesra sekali malam ini? Tidak seperti biasanya begitu?” Tanya Adhi penasaran.
“Den Adhi tahu sekarang tanggal berapa? Coba Aden ingat.” Jawab Pak Wiratmo.
“Tanggal 18 November 2012. Memangnya kenapa? Kok malah nanya tanggal?” Adhi Bingung.
“Hari ini adalah hari universary pernikahan Papa dan Mama Aden.” Jelas Pak Wir.
“Pantas!!” Adhi telah menerjemahkan apa yang telah dijelaskan oleh Pak Wir, dan Adhi telah mengerti tentang perubahan-perubahan menakjubkan dari sang Papa.
Namun tiada terduga suasana harmonis itu terpecah oleh suara desingan mesin yang agak aneh. Seperti berasal dari arah hutan belakang villa yang agak jauh. Dari situlah rasa keingintahuan Papa, Pak Wiratmo dan Adhi tumbuh. Rasa itu bergejolak dalam jiwa menyulut adrenalin yang memacu tubuh mereka untuk mendekati sumber suara tersebut dan memeriksanya. Bertiga, Papa, Pak Wir dan Adhi melakukan ekspedisinya malam itu. Sedangkan sang Mama menunggu di tenda sambil meneruskan pekerjaan Pak Wir, memanggang daging. Langkah demi langkah mereka melewati semak-semak dan pepohonan. Tiga buah senter ikut menemani langkah mereka. Malam itu tampak kurang bersahabat. Bulan enggan menampakkan paras indahnya. Sang bintang juga hanya melirikkan cahayanya samar-samar tertutup oleh awan mendung.semakin mendekati sumber suara itu, mereka memperlambat jalannya dan mulai ngendap-endap. Menyelinap di balik semak-semak dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Seperti sedang melakukan pencurian kayu, Pa.! Mungkin mereka adalah pembalak liar.!” Bisik Adhi.
“Sepertinya begitu.” Jawab sang Papa.
Mengintai dan memata-matai pergerakan orang-orang asing itu. Mencoba mendapatkan data dengan lengkap dan konkrit untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib.
“Kriiing..kriiing…kriiiing…” Suara HP Adhi Berdering.
Rupanya Ia lupa untuk mengheningkan HP-nya itu. Sehingga suara itu memicu sebuah keributan. Pengintaian mereka terbongkar. Salah seorang dari mereka berteriak, “siapa di sana?”
“LARIIII…!!” Teriak sang Papa.
Mereka bertiga lari secepat mungkin, berharap tidak ada yang dapat mengejar mereka. Jantung berdegup sangat kencang. Darah serasa berjalan begitu cepat dari kepala sampai kaki. Keringat yang biasanya enggan memperlihatkan wujudnya kini keluar begitu deras. Lari. Kata itulah yang mereka ingat. Adhi dan Pak Wir terus berlari tanpa menengok ke arah belakang. Sementara itu bunyi dering dari HP Adhi masih terdengar sampai meraka tiba di tepi hutan itu.
“Halo, Ma. Tolong segera telepon polisi. Ada pembalakan liar disini ! cepat, Ma ! tidak ada waktu lagi..!!” Ucapnya via telepon kepada sang Mama.
Ternyata telepon dari sang Mama yang mengkhawatirkan keselamatan anaknya yang berujung sebuah kekacauan. Rasa takut dan panik bercampur menjadi satu. Tak ada yang lain yang mereka pikirkan selain bisa lolos dari tempat pembalakan liar yang menakutkan itu. Mereka bisa lolos namun keganjilan mulai terjadi ketika mereka mendengar suara tembakan dari arah hutan tempat dimana pembalakan liar itu terjadi.
“Papaaa..!!” Jeritan keras ndari Adhi yang merasa bersalah telah melarikan diri tanpa melihat kedaan Papanya sebelumnya.
Air mata menggenang di katup matanya. Mengalir melalui kedua bilah pipinya. Pak Wir mencoba menenangkan Adhi dengan berkata bahwa Papanya pasti selamat, dan suara tembakan itu hanya sebagai gertakan belaka. Seiring dengan keluarnya teriakan dari mulutnya, Adhi mulai kehilangan energi dalam tubuhnya, Ia mulai melemas, wajahnya pucat dan detak jantung serta napasnya tidak beraturan. Pak Wir terus mencoba menenangkan  dan meyakinkan Adhi bahwa Papanya masih hidup dan selamat. Sampai akhirnya Mama beserta rombongan polisi datang kesana. Polisi-polisi itu sangat lihai menerobos hutan dan dapat dengan cepat menangkap pembalak liar itu. Namun suasana menjadi sangat berbeda ketika para polisi itu membawa keluar sebuah jenazah seorang laki-laki. Setelah diperiksa ternyata itu adalah jenazah sang Papa yang telah gugur dalam ekspedisi mereka. Adhi kembali mengeluarkan air matanya sebagai tanda berduka dan penyesalan yang amat dalam. Sang Mama yang baru datang pun langsung roboh pingsan karena melihat suaminya terkapar tanpa nyawa. Pak Wiratmo yang tadinya mencoba meyakinkan bahwa tuannya selamat dan masih hidup kini telah putu asa dan merasa bersalah. Karena dalam pikirnya seharusnya Ia yang menyelamatkan Tuan Papa dan Tuan Muda dengan nyawanya sendiri. Tapi ternyata malah Tuan Papa yang menyelamatkan hidupnya. Malam itu tak pernah terprediksikan oleh siapun. Dan polisi mencoba menenangkan mereka bertiga yang begitu merasa kehilangan. Setelah berjam-jam kemudian mereka berhasil diatasi.
Pada keesokan harinya, Mama memutuskan untuk pulang dan memakamkan jenazah sang Papa di makam yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Sampai di rumah prosesi upacara pemakamanpun dimulai. Semakin siang semakin banyak orang yang datang untuk turut berduka cita. Upacara pemakaman itu selesai setelah jenazah berhasil dikebumikan.
“I love you, Dad.” Kata terakhir Adhi untuk sang Papa.
Ia sadar bahwa setiap makhluk-Nya pasti akan kembali kepada-Nya. Namun Ia tidak menyangka jika kepergian Papanya akan secepat ini.
“Papa, sekarang aku paham. Bahwa setiap makhluk hidup memiliki cara sendiri-sendiri untuk menyampaikan rasa kasih sayangnya. Dan kasih sayang itu tidak akan pernah terhapus oleh waktu. Karena setiap hari pasti ada kasih sayang yang menumbuhkan cinta. Jadi tiada hari tanpa cinta, kasih dan sayang. Dan kasih sayang yang abadi adalah kasih sayang dari-Nya untuk makhluk-Nya.  Ya, kau benar, Pa. That every day is love day.” Air mata kembali membasahi pipinya setelah sebelumnya telah Ia usap. Kesedihan yang manusiawi.

Blogroll

About